Terus terang, saya baru tahu kalau kedelai merupakan salah satu komoditas impor sejak para pengusaha di negeri ini ribut mempersoalkan mahalnya kedelai sebagai bahan baku dalam pembuatan tahu dan tempe itu. Tidak tanggung-tanggung, sebagian besar diimpor, 60 persen. Sontak, saya berpikir ini keterlaluan. Keterlaluan karena pemerintah gagal menjaga harga kedelai agar stabil di pasaran sekaligus menjaga agar pasokannya aman. Keterlaluan karena kedelai itu sendiri bukan hasil bumi negeri agraris nan subur bernama Indonesia.
Tahu dan tempe sebagai makanan yang sangat merakyat itu, ternyata merupakan salah satu produk makanan “elit” yang harus repot-repot didatangkan melalui ribuan kilometer, membelah samudera menuju negeri yang penduduknya seakan minus petani. Dan mungkin, suatu saat kedelai itu akan naik kasta dalam hal pengirimannya yang harus didatangkan menggunakan pesawat saking “kebeletnya” negeri ini mengkonsumsi tahu dan tempe tetapi tidak bisa berbuat apa-apa selain mengimpor tentunya karena tidak cakap bercocok tanam.
Sebenarnya lahan untuk menanam kedelai sangat luas dengan tanah yang sangat subur, tidak ketinggalan jumlah petani yang banyak pula, akan tetapi potensi tersebut tidaklah cukup. Dibutuhkan peran pemerintah dan “kesadaran” masyarakat dalam memandang bahwa sektor pertanian itu merupakan salah satu sektor penggerak ekonomi nasional. Sektor pertanian tidak perlu dianaktirikan, sektor pertanian harusnya diperhatikan betul oleh pemerintah dan bahkan disubsidi dan diproteksi dari kemungkinan penyerbuan produk impor.
Sektor pertanian harusnya menjadi perhatian utama pemerintah karena harus diakui sebagian besar penduduk negeri ini adalah petani ataupun pekerja informal. Pemerintah harus jadi investor untuk para petani lewat kebijakan-kebijakannya. Sektor pertanian jangan dibiarkan digarap oleh petani miskin pengalaman dan miskin ilmu pengetahuan yang diukur dari tingkat pendidikannya. Masyarakat terdidik juga harusnya tidak “mengharamkan” untuk bekerja dan atau berusaha di sektor pertanian. Faktanya, peminat yang mengenyam pendidikan di sekolah menengah kejuruan pertanian apalagi perguruan tinggi di bidang pertanian sangatlah minim. Kalaupun ada sarjana pertanian, sebagian besar para sarjana ini justru tertarik bekerja di sektor lain, ironis.
Dulu, alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia pernah diembargo oleh Amerika, kini Amerika punya senjata lain untuk mendikte negeri ini, embargo kedelai!
Maka, ketika kedelai itu “diembargo” negeri Paman Sam kehebohan pun terjadi dimana-mana, demo pengusaha tahu dan tempe menghiasi pemberitaan berbagai media sejenak. Kapan negeri ini “merdeka” dari kedelai? Ada yang gregetan?
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar