Ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di bandara Suvarnabhumi, Bangkok – Thailand 2 April 2011 lalu maka kesan pertama yang saya dapatkan di bandara ini adalah pemerintah dan warga Thailand sangat sadar akan potensi pariwisata dalam menunjang perekonomian mereka. Pemerintah dan warganya sepertinya punya niat untuk mengembangkan industri pariwisatanya.
Mereka sadar bahwa bandara merupakan gerbang utama yang sangat menentukan mood wisatawan dalam menikmati perjalanannya selama beberapa hari ke depan sampai wisatawan tersebut meninggalkan negara Thailand lagi. Bisa dibayangkan kalau mulai dari bandara sampai menuju hotel / penginapan saja wisatawan sudah mengalami berbagai kesulitan mulai dari bahasa, keramahan warganya dan yang utama pilihan transportasinya.
Sejenak kita bandingkan dengan bandara-bandara di tanah air, ketika kita keluar pintu bandara maka sambutan yang diberikan kepada kita adalah ketidaknyamanan karena tawaran supir taxi ataupun tukang ojek yang kadang setengah memaksa walaupun kita sudah angkat tangan tanda tidak butuh tawaran dia. Kesan dan mood kita kan jadi negatif terhadap suatu kota yang dikunjungi.
“Satu yang unik dan membuat Thailand tampil beda adalah pedagang, sopir taxi, warga ataupun pihak-pihak yang menawarkan jasanya kepada wisatawan atau calon pembeli tidak agresif bahkan cenderung pasif. Di pasar sekalipun tidak ada teriakan “boleh! boleh…” murah pak, murah bu… apalagi ajakan yang setengah mendorong atau memaksa calon pembeli/pelanggan”
Kalau kita mau jujur dan membandingkan industri pariwisata tanah air dengan negara-negara tetangga maka kita kalah. Kecuali di Bali, rata-rata tempat wisata di tanah air terkesan tidak ramah terhadap calon wisatawan, mengherankan juga karena pada dasarnya orang Indonesia secara umum terkenal ramah-ramah namun tiba-tiba berubah secara drastis kalau bertemu dengan wisatawan. Ada apa dengan kita?
Rata-rata pasti setuju bahwa keelokan alam, tempat wisata nan eksotis kelas dunia tidaklah cukup mendatangkan calon wisatawan kalau tidak dikelola sesuai selera turisme. Maka sia-sialah potensi itu semua. Yang ada hanyalah lokasi wisata yang sepi pengunjung, bagaikan masakan tanpa garam…..
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar